Pagi ini, seorang wanita saudara seiman, berucap dengan kata-kata yang cukup dalam “Hijabmu hanya sekedar identitas, kamu orang yang munafik.” Seketika sesak dada ini, menangis dalam hati, pantaskah seorang manusia menilai manusia lain hanya dari apa yang nampak di hadapannya? Saudariku ini berbicara cukup keras dari jarak kurang lebih lima meter. Tidak ada orang lain di sekitarnya, sehingga kemungkinan besar memang ucapannya ditujukan padaku.
Yaa Ukhti… Aku tahu kau begitu mencintaiku. Aku tahu kau ingin ke syurga bersamaku. Maafkanlah aku ini yang masih berproses untuk “hijrah”, rangkullah aku, tapi jangan kau hakimi. Mendengar sindiranmu, aku hanya bisa terdiam, berkali-kali istighfar aku ucapkan, entahlah ini bagian dari cobaan atau ujian. Sebegitu hina-kah aku sehingga kau mengingatkanku dengan kata-kata yang begitu menyakitkan? Padahal Allah SWT saja memerintahkan Musa dan Harun untuk menemui Fir’aun yang kejam dengan cara yang lemah lembut, sebagaimana firman-Nya:
“Maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut.” [Thaha/20: 44].
Yaa Ukhti… Caramu mengingatkanku membuat aku rindu pada keluargaku, sahabatku, teman-teman di sekelilingku yang sejak dulu selalu menemaniku dalam berproses. Walau aku belum berhijab, aku tak pernah merasa tersisihkan dalam pertemanan. Walau keimananku turun naik, aku merasa mereka selalu merangkul baik. Walau aku masih fakir ilmu, aku merasa selalu dibimbing hingga aku semakin mencintai agamaku dan mencoba mengenalnya lebih dalam dengan rasa nyaman. MasyaAllah… Tabarakallah…
Yaa Ukhti… Keimanan dan ketakwaan dirimu mungkin lebih baik, ilmu yang kau kuasai mungkin lebih dalam, majelis yang kau hadiri mungkin lebih banyak. Namun, aku mohon bimbinglah aku dengan sabar, sampaikanlah kasih sayangmu padaku dengan perkataan yang baik, tutur kata yang halus dan lembut, sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” [Ali Imran/3: 159]
Yaa Ukhti… Aku menyadari diri ini masih jauh dan takkan pernah mungkin bisa menjadi sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik-Nya. Aku pun menyadari bahwa sesungguhnya kebaikan yang nampak dari diriku, hanya karena Dia sedang menutupi banyak keburukanku. Lalu, pantaskah seorang manusia menghakimi manusia lainnya? Pantaskah seorang manusia menilai makna hijab dalam hidup manusia lainnya? Pantaskah manusia menyematkan kata munafik pada manusia lainnya? Sejatinya hijab memang adalah identitas setiap muslimah. Akan tetapi, hijab yang dikenakan tidak menunjukkan penilaian bahwa seseorang lebih baik atau lebih buruk di hadapan Allah SWT, apalagi hanya di hadapan seorang manusia.
Yaa Ukhti… Setiap manusia berproses untuk menjadi hamba-Nya yang lebih baik, lebih beriman, lebih bertakwa. Namun, proses yang dilalui setiap manusia tidaklah sama. Menjemput hidayah pun beragam caranya. Ada orang yang mungkin banyak belajar terlebih dahulu, meningkatkan ilmu untuk meyakinkan diri. Ada orang yang terlebih dahulu banyak bergabung dengan orang-orang shaleh di berbagai komunitas untuk mendapat pencerahan. Ada pula yang terlebih dahulu berhijab secara fisik dan perlahan meningkatkan pemahaman. Semua itu adalah proses dan sebagai manusia tidak berhak menentukkan mana proses yang lebih baik.
Yaa Ukhti… Terima kasih atas perbuatanmu hari ini yang sebenarnya bukanlah pertama kali. Terlepas dari itu, aku sangat bersyukur, kini aku masih dikelilingi keluarga dan saudara-saudaraku seiman yang begitu menyayangiku. Mereka yang begitu tulus hatinya yang selalu mengingatkanku, menemaniku, merangkulku, membersamaiku untuk menjadi hamba-Nya yang lebih mulia. Satu hal yang pasti, aku selalu ber-husnuzhan kepada-Nya, insyaAllah ada hikmah di balik ini semua.
Yaa Allah… Selalu dekatkanlah aku dengan orang-orang shaleh, sehingga kami bisa selalu saling mengingatkan, tarik-menarik dalam kebaikan, meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Sesungguhnya keinginanku hanya satu, yaitu “pulang” dengan husnul khatimah, cukup perbekalan untuk sampai ke Jannah. Aamiin Allahumma Aamiin.
#nulisyuk #nulisyukbatch18a
#bundytamenulis #ceritabundyta #cigofamily #diary #diarybundyta #diarycigo #challenge #menulis #tantanganmenulis #writing #writingchallenge #writingchallenge30 #menulis30hari #onedayonepost
Komentar
Posting Komentar